Kontestasi dan Harmonisasi Pengelolaan Zakat



Kontestasi Pengelolaan Zakat
Oleh Farhan Zuhri Baihaqi
Praktisi Zakat Muhammadiyah 


Dinamika Kontestasi dalam Pengelolaan Zakat sering terjadi akhir-akhir ini, baik itu Zakat Mal maupun Zakat Fitrah dari Lembaga Zakat Plat Merah (Baznas/Baitul Mal) maupun Civil Society (Lembaga Amil Zakat/ diatur dalam UU RI No 23 Tahun 2011) baik di Indonesia maupun di Aceh secara Khusus.

Secara Nasional, Kementerian Agama telah merilis bahwa Sudah terbentuk 34 Baznas/ Baitul Mal tingkat provinsi dan 464 Baznas/ Baitul Mal kabupaten/kota. Kemudian 37 Lembaga Amil Zakat atau LAZ Skala Nasional, 33 LAZ Skala Provinsi, 70 LAZ Skala Kab/Kota yang memiliki izin legalitas dari Kementerian Agama, tetapi ada juga 108 Lembaga yang telah melakukan aktivitas pengelolaan zakat namun tidak memiliki izin legalitas dari Kementerian Agama.

Dalam sebuah kesempatan, Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengungkapkan Lembaga pengelola zakat yang tidak berizin sesuai undang-undang Zakat No.23 Tahun 2011, wajib menghentikan segala aktivitas pengelolaan zakat. Pasal 38 menegaskan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang

Lebih lanjut, dari Jumlah Baznas dan LAZ yang sudah disebutkan tadi, seberapa besar potensi zakat yang dikelola oleh Baznas maupun LAZ yang ada di Indonesia? Serta Aceh secara Khusus?

Dalam sebuah presentasi bertema Sejarah dan Gerakan Islam Filantropi pada tahun 2017 lalu yang disampaikan oleh Prof Amelia Fauzia (Pakar Filantropi UIN Syarif Hidayatullah), menjelaskan bahwa potensi Zakat yang ada di Indonesia mencapai 286 T.

Kemudian merujuk kepada keterangan salah satu Komisioner Baitul Mal Aceh, Khairina, ST. pada tahun 2022 yang lalu, bahwa penghimpunan zakat yang di lakukan oleh Baitul Mal Aceh di tahun 2021 sebesar 59 Miliar Rupiah. Juga keterangan mantan Kepala Baitul Mal Aceh Dr. Armiadi Musa beberapa tahun lalu, mengatakan bahwasanya zakat di Aceh jika dipersentase hanya terhimpun 30 %.

Dan data dari Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh tahun lalu menyatakan, potensi zakat di Aceh per tahun bisa mencapai Rp. 2 sampai Rp. 4 triliun. Potensi zakat ini tersebar pada semua sektor terutama pada instansi vertikal dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta swasta.

Mengacu dari data faktual yang disampaikan ibu Khairina tadi, bahwa hanya 59 Miliar Rupiah yang terhimpun di tahun 2021 dari total 2 sampai 4 Triliun potensi sebagaimana penjelasan Sekreataris Baitul Mal Aceh. Artinya secara persentase jumlah zakat yang dikelola di Aceh dibawah 20% jika merujuk data dari Baitul Mal tersebut.

Qanun Aceh tentang Baitul Mal

Aceh sebagai provinsi yang sudah menerapkan Qanun (Peraturan daerah_red) khusus tentang zakat hingga regulasi teraktual dikalangan pegiat zakat yang tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 serta Qanun terbaru dengan nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal.

Namun begitu, dalam penelitian Cut Hayatun Nufus tentang Pengelolaan Zakat di Aceh Perspektif Qanun dijelaskan. Pengumpulan zakat di Aceh sudah dimulai pada masa Kerajaan Aceh, yakni pada masa Sultan Alaudin Riayat Syah (1539-1567). Pada Masa kerajaan Aceh penghimpunan zakat masih sa-ngat sederhana dan hanya dihimpun pada waktu ramadhan saja yaitu zakat fitrah yang langsung diserahkan ke Meunasah (tempat ibadah seperti masjid). Pada waktu itu sudah didirikan Balai Baitul Maal tetapi tidak dijelaskan fungsi spesifik dalam mengelola zakat melainkan sebagai lembaga yang mengurus keuangan dan perben-daharaan negara, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Orang Kaya Seri Maharaja.

Sebenarnya, mengacu lex specialist Qanun tadi, Baitul Mal di tingkatan provinsi maupun kabupaten/kota mempunyai kekuatan besar karena kontestasi penghimpunan zakat dengan LAZ tidak disebutkan secara eksplisit. LAZ di Provinsi Aceh tidak disebutkan secara khusus dalam Qanun Baitul Mal, melainkan menjalankan fungsinya sesuai porsi LAZ tersebut dari tingkatan pusat hirarki hingga ke daerah. Namun demikian aktivitas LAZ harus terlaporkan ke Kantor Kementerian Agama Provinsi Aceh serta Baitul Mal untuk penyesuaian database serta menghitung potensi Zakat serta jumlah Muzakki.

Kontestasi Penghimpunan Zakat

Dari penjelasan Prof Amelia Fauzia  dalam presentasi di atas selain potensi zakat, tarik menarik atau kontestasi pengelolaan zakat di Nusantara memang sudah terbentuk lebih dari satu Abad, ada mereka yang pro dikelola olen Negara Dan tidak sedikit pula yang menentang.

Dalam penjelasannya juga, Prof Amelia mengungkapkan adanya fatwa-fatwa dari Mekkah tahun 1889 (Kumpulan Fatwa Muhimmat An-Nafais) yang memperlihatkan penolakan masyarakat di Jawa atas pengumpulan Zakat dan Shadaqah oleh penguasa local (Raja) yang dilakukan secara terpaksa.

Pun seiring waktu berjalan, Organisasi Filantropi muncul dan berkembang pesat pasca kemerdekaan, khususnya pada periode Reformis. Kehadiran Organisasi Filantropi ini untuk menjawab penolakan masyarakat yang sebahagian tidak setuju Zakat dikelola oleh negara saja.

Pada dasarnya, Kontestasi lembaga zakat seperti yang terjadi saat ini juga sesuai dengan pinsip untuk saling berlomba dalam kebaikan seperti yang disebutkan dalam Q. S Al-Baqarah ayat 148.

Dalam buku Kuntowijoyo diterangkan bahwa arena kontestasi zakat semakin bervariasi mulai dari aspek sosial, budaya, pendidikan hingga politik. Dari sekian banyak varian kontestasi, bidang politiklah yang paling menunjukkan pola kontestasi yang semakin berdinamika

Harmonisasi Baznas dan LAZ

Sebagai centralisasi zakat, perlu membangun Kembali harmonisasi antara Baznas/Baitul Mal dan LAZ  Rapat Koordinasi (Rakor) Lembaga Amil Zakat Nasional dalam rangka optimalisasi dan harmonisasi organisasi pengelola zakat secara nasional, penting bagi Baznas/ Baitul Mal dan LAZ skala nasional untuk bergerak dalam satu visi, satu tujuan dan satu barisan untuk mewujudkan visi sebagai lembaga utama menyejahterakan umat. 

Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Lembaga Amil Zakat Nasional Tahun lalu,
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag Tarmizi Tohor mengungkapkan berbagai strategi penguatan hubungan antara Kemenag, Baznas, dan LAZ. Di antaranya harmonisasi visi, misi, rencana strategi bidang zakat agar mendukung pembangunan nasional, optimalisasi edukasi serta sosialisasi literasi zakat, sinergi program pendistribusian pemberdayaan mustahik, dan pengawasan kepatuhan syariah Laznas.

Kedepan, kita menginginkan harmonisasi antara Baznas/Baitul Mal serta LAZ bisa terus berjalan dengan baik dan seimbang demi menjadikan Indonesia lebih Sejahtera serta Aceh secara Khusus yang notabene persentase Muslim terbesar di Indonesia.

Wallahua'lam

1 komentar:

  1. Fakta bahwa hanya 59 miliar rupiah yang terhimpun di Aceh dari potensi 2 sampai 4 triliun rupiah adalah tantangan yang perlu diatasi. Kompetensi dan kebijakan dari para legislatif & ekeskutif tentu berpegarus besar disini.

    Terimaksi pak Farhan. Perihal ini sebenarnya sangatlah urgent untuk diseriuskan, namun jarang mendapat sorotan

    BalasHapus