Farhan Zuhri Baihaqi |
Alkisah, diceritakan, seorang raja hidup di sebuah istana yang
agung dipenuhi dengan kemegahan nan indah.
Pada suatu hari Sang Raja kedatangan seorang pengemis ke istana
dengan penampilan yang kumuh dan berwajah pucat, serasa dari wajah pengemis
tersebut sudah beberapa hari puasa, berjalan dengan bungkuk dan menepi di pintu
istana, sang pengemis memohon izin pada pengawal, “Bolehkah saya
ingin bersua dengan malik (bermakna raja) untuk berbicara sesuatu?”
Pengawal segera saja menjawab, “Ini sekedar saja cukup untuk makan
dalam beberapa hari, dan silahkan kembali ke gubukmu!” Nada angkuh dari
pengawal yang mempersilahkan pengemis ini kembali ke rumahnya dengan dibekali
segengam dinar.
Sang pengemis menolak pemberian tersebut dan lantas berkata,
“Simpan saja segenggam dinar ini, saya hanya ingin berjumpa dengan malik,
adakah sang malik di istana, hanya ingin berbicara dan bukan mengemis, hanya
ingin bercerita tanpa ingin dikasihani,” tutur pengemis selagi mengusap
wajahnya yang penuh dengan keringat lelah.
Terbesit dalam hati pengawal istana, “Apa tujuan pengemis ini
kemari, apa pemberian daku belum mencukupi?” Sambil menggelengkan kepala dan
tangan kanannya di dagu.
Tak lama kemudian keluarlah Malik, berniat ingin melihat suasana
sekitar istana yang mulai ramai dengan tanaman anggur. Pengawal menedekati
Malik dan berbisik, “Ia ingin berjumpa dengan Malik untuk berbicara, dinar yang
saya beri ditolak begitu saja seolah-olah ada hal penting yang akan disampaikan
ke Malik.”
Malik mendekati sang pengemis dan merangkulnya sambil berjalan di
sekitar istana, pengemis tampak begitu gembira tak kala dirangkul oleh Malik
untuk mendengar sesuatu dari penyampaian lisannya, “Terima kasih atas
kesejukannmu, duhai Malik merangkul dengan hangat, maksud kedatangan hamba di
hadapan Malik ingin menumpahkan sedikit harapan-harapan kecil dari lubuk hati
para pengemis, pengembala dan para budak. Sejak dahulu hingga Malik bertahta di
negeri ini selalu saja kami hidup dalam kesusahan, ketidakadilah dan kelaparan
serta tak banyak belas kasihan untuk kami para hamba yang lemah ini.”
Malik merasa keheranan mendengar tuturan sang pengemis ini, ia
malah merasa negeri ini telah makmur sebelumnya, sang pengemis pun melanjutkan,
“Hamba sebenarnya seorang pengembala biri-biri dari seorang kaya raya, namun
begitu saja setelah biri-biri itu mulai beranak-pinak hamba dilupakan saja
tanpa menerima hasil jerih keringat dan hambapun tak lagi mengembala, untuk
mencari nafkah begitu sulit duhai Malik”.
Dan Malik pun semakin merasa keheranan, serasa ada yang tidak beres
terjadi ni negeri ini. Lantas malik segera menjawab dengan sedikit emosi,
“Negeri ini sudah sangat banyak pembayar dharibah (pajak), negeri ini telah
begitu banyak memberi dan membantu kaum-kaum dhaif, saya begitu keheranan
ketika engkau bertutur sedemikian.”
Begitu jawaban Malik dalam keadaan yang sedikit menahan amarah,
maka sang pengemis memohon izin untuk kembali ke rumahnya dengan
perasaan sedikit lega setelah menyampaikan curahan hatinya. Di saat malam tiba
Sang Malik pun tidak bisa tidur dengan lelap, selalu terlintas di fikiran akan
khabaran dari Sang Pengemis.
Selang dua hari kemudian Sang Malik memanggil amil dharibah ke
istana untuk mempertanyakan kejanggalan yang didengar dari pengemis.
“Hai amil, apa yang telah terjadi sebenarya? Kenapa masih saja
fakir dan miskin tak sejahtera, dharibah yang telah terkumpul telah diberikan
kepada siapa?” Ucapan Malik dengan nada emosi.
Lantas amil pun mulai berbicara dengan tergesa-gesa, “Sebenarnya
tempo hari Malik telah setuju dan sebagian dharibah yang telah kita kumpulkan
digunkan untuk membangun sebuah bangunan di mana dharibah akan dikumpulkan di
dalam bangunan nan megah di sana dan memberikan hak-hak amil sebelum diberikan
ke fakir miskin dengan alasan agar setiap amil bekerja dengan amanah.”
Malik pun terkejut dengan bahasa amil tersebut dan mulai berfikir
panjang, kemudian Malik tersadar bahwa dulu ia pernah mengiyakan sebuah
keputusan dari usulan-usulan para wazir (menteri) untuk membangun sebuah bagunan
pengumpul dharibah yang megah. Begitu sangat menyesal Malik dengan kondisi
akibat keputusannya, dharibah yang seharunsya digunkan untuk memakmurkan kaum
fakir miskin malah digunakan untuk hal yang sama sekali tidak penting. Malik
pun memanggil kembali sang pengemis ke istana dan memimta maaf atas
keputusannya dahulu yang berakibat kemiskinan di seluruh negeri.
“Kecorobohan dalam memberi keputusan telah menyengsarakan rakyat,
daku begitu malu telah menjadi asbab kemisikinan di negeri ini, jika engkau
bersedia dengan senang hati sampaikan kritik dan saranmu kepadaku, jikapun ada
yang pejabat di negeri ini berlaku curang sampaikanlah jua kepadaku.”
Mendengar bahasa yang keluar dari lisan Malik dengan wajah yang
tampak pucat, sang pengemis pun bersyukur dengan pengakuan dari Malik dengan
kerendahan hati mengakui kesilapan dan kealpaannya dalam memberi keputusan.
Kemudian Malik memerintahkan juru bicaranya untuk permintaan maaf
ke seluruh negeri di hadapan rakyat.
"Hari ini Malik mengutus saya di hadapan penduduk negeri
dengan sebuah maksud yang mulia, Malik sampaikan permintaan maaf kepada seluruh
rakyat karena telah keliru dan siap bertanggung jawab dari sebuah
keputusan yang menjadikan kemiskinan di negeri ini, dan beliau juga berterima
kasih kepada seseorang yang datang ke istana dan memberi khabar keadaan rakyat
negeri kepada malik, dari khabar ini Malik juga menyampaikan agar seluruh
penduduk negeri bersedia mengkritik dan memberi saran untuk kemakmuran dan
kemajuan negeri. Wallahualam.
Stainless Steel Magnets - titanium arts
BalasHapusIroning the Stainless Steel Magnets (4-Pack). Made nba매니아 in Germany. 1등 사이트 The Titanium Arts Stainless Steel Magnets are an https://septcasino.com/review/merit-casino/ alloy made of titanium earrings steel wooricasinos.info in stainless steel