Prof Ali Imron Al Ma'ruf memberikan kata pengantar yang begitu syahdu pada Diwan Kopi dan Cinta Karya Farhan Zuhri Baihaqi, berikut kutipannya:
"Antologi
puisi ini dibagi menjadi dua bagian yakni Kopi dan Cinta. Pada bagian satu,
Kopi, dibuka dengan sebuah puisi yang menjajakan aroma dan rasa kopi yang
nikmat terasa. Penyair dengan piawai memainkan perasaan dan fantasi pembaca
dengan aroma dan rasa kopi dari Serambi Mekkah yang memang masyhur dengan
berbagai varian kopi yang terkenal nikmat. Selain menjajakan berbagai aroma dan
rasa kopi yang menggoda yang membuat pembaca asyik masuk dalam fantasinya,
penyair juga membawa pembaca larut di alam imajinatif penyair yang fantastis.
Kopi dalam
imajinasi penyair akan berasa nikmat bila diseduh perlahan dan diteguk dengan
cinta, yang tentu saja semua orang dapat merasakan betapa indah dan dahsyat
implikasinya. Karena itu terasa tepat bila antologi puisi ini diberi
tajuk Diwan Kopi dan Cinta.. Perhatikan puisi “Seteguk Kepahitan” berikut ini.
Nikmati kopi itu! /
Secara tenang
Seduh perlahan
Campurkan setitik
harapan
………………………………………………………
Kopi memang
pahit
Diminum tanpa
rasa
Kopi itu kan
manis
Tegukan dengan cinta
Berasa sekali
penyair sangat menguasai dunia kopi dengan aroma dan rasanya yang serasa tak
akan habis diungkapkan dan diekspresikan. Kopi di sini bukan kopi sembarang
kopi. Kopi mampu menjadi sumber inspirasi, sekaligus bisa mengandung berjuta
inspirasi, bisa untuk relaksasi, bisa membuat berjuta sensasi, bahkan bisa
menjadi bahasa yang sarat makna. Puisi berjudul “Kopi ‘Secangkir Inspirasi" berikut menyadarkan pembaca akan hal itu.
di dataran tinggi
aroma kopi
adalah inspirasi
penggerak nalar antar kisaran waktu
menghasilkan berjuta makna
kopi adalah
relaksasicangkir irama kehidupan
tanpa mengenal batasan usia
pemecah kebuntuan
Kopi jua
berjuta sensasi
tersaji dari struktur biji
menggoda lidah
dan langit-langit
hingga pemenuh dahaga dan
suasana
karna kopi
adalah bahasa
di mana mereka yang paham
yang mampu menikmati
secangkir inspirasi
Dalam
antologi puisinya, penyair sempat pula mengingatkan pembaca akan kondisi dunia
kopi dengan masa pandemi yang merebak pada awal tahun 2020 hingga 2022 di Indonesia.
Kopi yang biasanya bisa menjadi penyambung narasi menjalin erat silaturrahim,
meramaikan suasana, akibat terhalang pandemi, kafe-kafe kopi sepi, suasana pun
menjadi sunyi, menyendiri. Lihat ketika penyair mengungkapkan keadaan itu dalam
puisi “Frasa Kopi dan Pandemi”.
Kopi,
Pemenuh dahaga
Penyambung narasi
Pererat silaturahmi
Kini kopi,
Tehalang pandemi
Bahasa terucap
Dari alam maya
Kopi,
meja bundar
Di kafe-kafe
Terlihat sunyi
Kopi,
Hanya Bahasa jari
Mulut tertutup
Lantas menyendiri
Melalui
puisi “Niraspresso”, penyair membawa pembaca ke suasana alam dengan
mengingatkan kepada nira, sejenis minuman tradisional para petani, yang biasa
menjadi bahan dasar gula merah, kini menjadi minuman istimewa, Niraspresso.
Bahasa ringan
Mulai terlontar perlahan
Ditemani Nirasspresso
Buah olahan petani
Biasanya
Nira menjadi gula merah
Kini diracik penuh gelora
Menjadi minuman istimewa
Nira dipadu kopi
Nirapresso dinamai
Diminum perlahan
Bak sugesti penghancur beban
Di
mata penyair, kopi rupanya mempunyau multifungsi. Kopi bukan hanya sekedar
penguasir kantuk, penghangat badan, teman begadang, melainkan juga bisa menjadi
obat pengusir depresi. Puisi “Melawan Depresi” mengekspresikan hal itu.
tiada keinginan
tertunduk disudut
menepi dari keriuhan
menatap dinding kamar
luka menghampiri
tersayat oleh memori
Dan tertusuk perlahan
Hingga menghancurkan
Ku berucap,
Beristigfar
Lalu kopi
Memadamkan depresi
Pada
bagian kedua, yang bertajuk Cinta, meskipun penyair adalah putera asli Aceh
yang karakter masyarakatnya terkenal keras, berasa sekali Farhan adalah penyair
yang sangat romantis, bahkan sangat romantis. Rupanya penyair merupakan salah
satu pemuja cinta putih yang agung. Hal itu terkesan pada puisi “Kedipan Mata” berikut ini.
Jika ku pandang
Lurus menuju rembulan
Ia Berjejer bersama bintang-bintang
Menghiasi angkasa
Setiap ku diam
Menoleh kewajahmu
Ku kedipkan mataku
Ia bak bulan purnama
Kaulah cahaya
Di gelapnya malam
Penyejuk pandangan
Pemenuh suasana
Penyair rupanya
masih mengekspresikan perasaan cinta dengan suasana yang romantis pada puisi
“Ruang” berikut.
Dalam Wujudku
Ada sisi ruang
Tempat terdalam
Cinta berlabuh
Disana
Nada-nada
Tercipta indah
Nafas berteduh
Setiap tatapan
Menembus bayangan
Melewati kegelapan
Hingga keheningan
Ruangku
Penuh cerita
Duka dan bahagia
Nan canda tawa
Agak berbeda
dengan dua puisi di atas, pada puisi lain yang berjudul “Selimutku”, penyair
agaknya terilhami oleh ayat Al-Qur’an yang artinya: “Dialah pakaianmu dan
engkau pakaiannya” dan/atau doa yang sering kita langitkan kepada Allah: “Ya
Tuhan kami, berilah kami istri dan anak keturunan kami yang bisa menjadi
penyejuk mata”. Perhatikan puisi “Selimutku” berikut
ini.
Genggam!
Erat jari manis
Yang tlah terikat
Kau pilihan
Pakaian terbaik
Penjaga aib
Awal dan akhir
Kau jua
Penyejuk mata
Penenang jiwa
Hingga Pelebur dosa
……………………….
Insan,
Tak luput alpa
Kau dan aku
Selimut terbaik
Seromantis apa
pun dalam menyajikan citarasa cinta yang indah dan syahdu, penyair rupanya
tetap menyadari bahwa cinta putih yang agung tetap harus semata-mata demi
mencari ridha Ilahi. Cinta seindah apa pun harus kembali kepada hakikinya yakni
kembali kepada yang Mahacinta, Allah Ta’ala.
Dua insan
Seia sekata
Menuju ikatan
Berbagi rasa
Niatan suci
Terucap janji
Menata diri
Ridho Ilahi
Puisi-puisi
karya Farhan Zuhri Baihaqi yang terhimpun dalam antologi
puisi Diwan Kopi dan Cinta terasa membelai sukma dan menyentuh
Nurani. Ketika penyair menungkapkan puisi-puisi kopi, demikian
terasa piawai dan kaya nuansa. Berasa sekali betapa penyair adalah putera asli
Aceh yang sangat menguasai masalah dunia kopi dengan berbagai varian aroma dan
rasanya, dengan multifungsinya yang demikian kaya.
Ketika
penyair kemudian menyajiak puisi-puisinya tentang cinta, penyair membawa
fantasi dan imajinasi pembaca kepada cinta putih yang agung. Tidak hanya sampai
di situ, cinta putih yang agung dan bermakna yakni cinta hakiki kepada Ilahi,
Sang Mahacinta. Tidak berlebihan bila dinyatakan bahwa Farhan adalah penyair
yang romantis sekaligus religius.
Seperti
dinyatakan oleh penyairnya, “kitab ini menjadi I ilustrasi bagi pecinta kopi yang menyukai akan dunia
sastra”. Terlepas dari bahasanya yang cair, sedikitnya penggunaan bahasa
metaforis dan figuratif, puisi-puisi Farhan berasa enak dibaca dan dinikmati.
Kita merasakan nikmatnya kopi Aceh yang masyhur dan indah serta agungnya cinta
putih.
Akhirnya,
dapat dinyatakan bahwa antologi puisi Diwan Kopi dan Cinta ini layak dibaca
oleh kalangan pencinta dan pemerhati puisi. Selamat dan sukses
penyair Farhan. Terus berkarya menatap dunia."
Surakarta,
21 September 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar