Bak Tgk. Pante Kulu, Darwish bakar semangat juang Hadapi Israel

 



Israel terus menggempur Palestina dengan upaya imperialisme yang mereka lakukan untuk memusnahkan negara yang pernah membantu kemerdekaan Republik Indonesia dari peta Dunia.


Hal ini tentunya telah terjadi puluhan tahun dengan perlahan wilayah teretorial Palestina dikuasai Israel.


Namun Palestina tidak kenal diam, berbagai gerakan perlawanan (Resistensi) dilakukan baik dengan perlawanan fisik, diplomatik, maupun melalui karya sastra. Mahmud Darwish, seorang penyair Arab-Palestina, menggunakan puisi-puisinya sebagai instrumen perlawanan terhadap pendudukan dan penjajahan Israel atas Palestina dan seruan agar bangsa Palestina terus melawan dan berjuang merebut kembali kemerdekaan Palestina dari tangan Israel.


Puisi-puisi Mahmoud Darwish mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Palestina. Yang pertama adalah hilangnya hak bangsa Palestina akan negerinya sebagaimana dikatakan Ma qimatu al-insani bila watanin bila alamin ‘Apa harga manusia tanpa tanah air tanpa bendera’. Peristiwa lainnya adalah terusirnya bangsa Palestina dari negerinya dan keberadaan mereka di pengungsian seperti dalam puisi “Risalatun min al-Manfa”, ‘Surat dari Pengasingan’ yang dalam salah satu barisnya tertulis Sami’tu fi al-mizya’i tahiyyata al-musyarridina li al-musyarridina ‘Aku mendengar di radio, salam dari orang-orang yang terusir untuk orang-orang yang terusir’.


Resistensi terhadap Israel yang di angkat oleh Mahmoud Darwish mengingatkan kita akan arti perjuangan Tgk. Chik Pante Kulu di Aceh. Beliau adalah seorang ulama besar Aceh yang menulis karya sastra perang yang terkenal yaitu Hikayat Prang Sabi. Dia dilahirkan pada tahun 1251 H (1836 M) di gampong Pante Kulu, Titeue, Pidie, dalam suatu keluarga ulama yang ada hubungan kerabat dengan kelompok ulama di Tiro.


Tgk. Chik Pante Kulu sempat mengenyam Pendidikan di Mekkah. Dan Pada suatu waktu pecah perang Aceh sebagai akibat agresi Belanda, beliau bergerak kembali ke Serambi Mekkah kira-kira pada tahun 1881 Masehi.


Dalam perjalanan pulang, di atas kapal antara Jeddah dengan Penang, beliau berhasil mengarang sebuah karya sastra yang sangat besar nilainya, yaitu Hikayat Prang Sabi, sebagai sumbangsihnya untuk membangkitkan semangat jihad melawan Belanda. Yang mendorong beliau untuk mengarang sajak-riwayat Hikayat Prang Sabi, yaitu kesadaran beliau tentang betapa besar pengaruhnya syair-syair penyair Hassan bin Tsabit dalam mengobarkan semangat jihad kepada kaum Muslimin di zaman rasul.


Resistensi Mahmoud Darwish


Mahmoud Darwish Resisten terhadap Israel. Ia bersikap dengan politik dan sastra. Pada masa 1970-an, ia mulai menempuh studi di berbagai belahan dunia, bergerak untuk melawan dengan publikasi tulisan dan mengelola majalah. Di pengasingan, Mahmoud Darwish semakin memiliki referensi untuk menghasilkan puisi dan menebar pengaruh berkaitan politik dan sastra di Arab.


Mahmoud Darwish sebagai salah satu penyair sastra perlawanan menyatakan bahwa "adab al-muqawamah ‘sastra Resisntensi’ digunakan untuk menolak ketidakadilan dan kesewenang-wenangan, baik yang mengenai rohani maupun jasmani. Keadaan Palestina tidak dapat dibiarkan dan didiamkan, tetapi harus dilawan yang salah satu alat perlawanannya adalah “kata-kata dalam puisi yang harus ditulis dengan seluruh perasaan agar dapat membangkitkan semangat di hati pembacanya dan membangkitkan daya juangnya"


Farhan Zuhri Baihaqi

Alumnus Bahasa Dan Sastra Arab UIN Ar-Raniry 
Dengan judul penelitian (Skripsi) Resisitensi Pada Novel  Tarian Setan Karya Saddam Husen.

Sumber bacaan:
-Wikipedia
-Humanisme Mahmoud Darwish (Anna Zakiyah Derajat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar